umat Islam semakin tampil: memainkan peranan publik.
Seiring pembangunan dunia yang tak terelakkan, umat Islam semakin tampil: memainkan peranan publik. Mereka kini tampil sebagai tokoh masyarakat yang dikenal dunia. Duta besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Moazzam Malik, adalah salah satunya.
Pria keturunan Pakistan ini tampil dengan ramah di berbagai komunitas dan lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Dia bisa menilai perkembangan agama tersebut dengan objektif. Muslim Indonesia pun meng apresiasinya karena merasa memiliki kedekatan emosional: sama-sama memeluk Islam.
Sejumlah artis Hollywood kini juga semakin menunjukkan kedekatannya dengan Islam.
Lindsay Lohan misalkan berani tampil di publik membawa Alquran sambil menutupi rambutnya yang biasa terurai begitu saja.
Masyarakat Barat pun kini tak lagi menganggap Islam sebagai ancaman. Agama tersebut kian tumbuh. Semakin hari penganutnya semakin bertambah. Gelombang konversi memeluk Islam tak terbendung karena optimisme masyarakat bahwa Islam adalah sumber kedamaian, embun penyejuk di tengah kehidupan duniawi yang gersang dan sementara.
Menurut ahli studi agama barat, Prof John Louis Esposito, fenomena tersebut menunjukkan pertumbuhan Islam yang tak tere lakkan. Islam hari ini bukan hanya keyakinan yang menginspirasi kesalehan individu dan menghadirkan makna kehidupan, melainkan juga ideologi dan pandangan hidup (worldview) yang menggerakkan politik Muslim dan kemasyarakatan.
Di berbagai belahan dunia, Islam dinilainya sebagai agama yang interaktif dan dapat berbarengan eksis bersama keyakinan lain. Agama ini berkembang di tengah kehidupan masyarakat yang multikultural.
Basis agama ini terus menyebar di berbagai negara, seperti Kairo, Jakarta, New York, Detroit, Los Angeles, Paris, London, Berlin, dan berbagai kota besar dunia. Bagi ne gara Amerika Serikat dan Eropa, memahami Islam dan pemeluknya adalah untuk kemaslahatan domestik sekaligus acuan prioritas kebijakan luar negeri sebab negara tersebut pasti berhubungan dengan negara- negara yang mayoritas penduduknya atau berkonstitusi Islam.
Esposito menilai, sangatlah penting untuk dicatat bahwa topik Islam dan umatnya adalah politis dan juga agamis. Dua sifat itu selalu melekat dan mengiringi pertumbuhan agama yang dibawa oleh Rasulullah ke muka bumi.
Ilmuwan yang menjadi rujukan dialog antaragama ini mengungkapkan kondisi tersebut sudah jauh berbeda bila dibandingkan situasi 2001. Ketika itu, umat Islam dihantui peristiwa pemboman World Trade Center pada September yang mengaki batkan masyarakat Barat, non-Muslim terutama, berpandangan sinis terhadap Islam dan penganutnya.
Islamfobia tumbuh subur. Sinisme terhadap Islam dan penganut, terutama yang mengenakan simbol keagamaan, bahkan yang mirip dengan simbol Islam, mengan cam intergritas dan koeksistensi masyara kat.
Namun, situasi tersebut disikapi dengan arif. Meski menjadi target cemoohan, umat Islam dari berbagai kalangan tetap menunjukkan komitmennya untuk bersinergi dengan masyarakat sekitar. Mereka tidak menjadi kaum eksklusif sehingga membaur dalam kebersamaan. Dengan begitu, pandangan negatif terhadap Islam secara perlahan luntur.
Buku The Future of Islam karangan Esposito menjelaskan perkembangan Islam hari ini, sebagai agama yang tumbuh begitu pesat di Eropa, Amerika, Afrika, Asia, dan Australia. Keberadaan umat Islam yang kini sudah memasuki berbagai elemen kehidupan, memengaruhi ekonomi, politik, budaya, pendidikan, menunjukkan keberadaan mereka sungguh strategis.
Kondisi tersebut menunjukkan dialog per adaban berjalan semakin intensif. Masyarakat barat saat ini tak lagi punya alasan untuk memusuhi Islam. Masyarakat Barat tak bisa lagi memaksa-maksa Islam dan umat nya untuk mengikuti cara pandang Barat karena umat Islam memiliki pan dangan hidup sendiri yang unik.
The Future of Islam memotret ciri dan budaya umat Islam. Umat Rasulullah ini memiliki kekhasan yang menjadi simbol kearifan: ketundukan mereka kepada Sang Pencipta sekaligus apresiasi kepada masyarakat luas.
Buku ini juga merupakan kelanjutan upaya Esposito untuk mengangkat ruh Islam berupa kearifan, kasih sayang, dan kecintaan kepada Sang Pencipta, yang masih banyak diabaikan. Masyarakat Barat yang masih sinis terhadap Islam pasti belum memahami hal itu.
Secara umum, buku ini adalah kelanjutan dari karya Esposito sebelumnya, seperti Unholy War, ensikopedia Islam, dan banyak lagi.Sepanjang hidupnya, dia memang dikenal sebagai sosok yang getol mengkaji Islam secara objektif dengan mengutamakan pendekatan dia- log antarperadaban.
Di saat masyarakat Barat memandang Islam sebagai musuh, Esposito tampil me- nunjukkan hakikat Islam dan penganutnya. Dia menawarkan solusi yang harus dilakukan Muslim dan masyarakat dunia untuk berdialog konstruktif.
Pemikirannya banyak dipengaruhi sejumlah intelektual Islam masa kini, seperti (alm) Ismail Raji al-Faruqi, Timothy John Winter dari Inggris, dan banyak lagi tokoh Muslim masa kini yang selalu optimistis mendakwahkan Islam dengan cinta dan rahmat.
Buku ini mendapat apresiasi ahli studi agama Karen Armstrong. Penulis sejarah Tuhan itu mencatat, karya Esposito yang terbit pada 2010 ini layak dibaca karena di dalamnya memuat penjelasan komprehen- sif mengenai salah satu peradaban yang mengakar di hati masyarakat dunia.
Armstrong mengungkapkan, buku Es-posito ini merupakan upaya yang serius untuk mengangkat hakikat Islam yang sebenarnya di tengah benih-benih ekstremisme dan terorisme yang berkembang.
Melalui buku ini, Esposito berpesan kepada masyarakat dunia untuk tidak hanya memandang Islam dari satu sisi atau satu kejahatan, sehingga membuat mata dan pikiran mengabaikan hakikat agama tersebut yang mengajarkan kebersamaan dan kecintaan untuk membangun kehidupan.
Sumber : republika.co.id