Sampai Ke-78 (tujuh puluh delapan) Tahun merayakan ulang tahun kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi negeri ini para elite belum dapat secara optimal menjalankan misi kebangsaan dan kenegaraan secara konstitusionalitas. Disana-sini kepastian hukum menjadi pertatuhan dalam membagi habis segala potensi wilayah ekonomi strategis nasional dan daerah untuk kepentingan sepihak/individual. Oleh karena itu, Dunia Usaha harus bersungguh-sungguh dalam menunjukan komitmen dan kepeduliannya untuk membangun NKRI atas dasar cita hukum yang baik dan benar serta menjunjungtinggi kepastian hukum.
Jangan sampai tetesan keringat dan darah Warga Bangsa ketika berjuang merebut Kemerdekaan Republik Indonesia di mana puncaknya tersiar dalam Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesai 17 Agustus 1945.
Begitu peliknya persoalan kenegaraan dan kebangsaan dari perspektif tingkah-laku politik nasional, sehingga banyak pihak yang kemudian merasa kesal ketika menyaksikan betapa masih terjadinya instabilitas kehidupan sosial ekonomi nasional, utamanya ketika praktek kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak kunjung stabil, tidak kunjung berkeadilan, kurang harmonis, belum sejahtera, jauh dari adil, belum aman, dan damai serta dipenuhi ’awan hitam’ oleh tindakan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.
Fenomena ini boleh jadi sebagai bentuk rasa kecintaan yang terhadap tanah air yang semakin terkikis oleh globalisme, kapitalisme, dan liberalisme. Padahal jauh hari, Bung Karno, Presiden Pertama Republik Indonesia, pernah melontarkan, gagasan yang dipenuhi semangat nasionalisme, sebagaimana dituangkan ke dalam: ‘Indonesia Menggugat’, sebagai berikut, bahwa: “Imperialisme adalah semata-mata penglahiran politik dari kecenderungan yang bertambah besar dari modal, yang bertimbun-timbun di Negeri-negeri yang lebih maju industrinya, untuk diperusahakan ke Negeri-negeri yang kurang maju dan kurang Penduduk”. “Senantiasa mengusahakan tercapainya maksud menjamin supaya kapital mendapat lapangan menanaman dan pasar-pasar penjualan.
Di dalam perekonomian Negeri Kapitalis setiap waktu sebagian dari modal uang perusahaan ditarik dari peredaran kapital pabrik. Jadinya, setiap waktu sebagian dari modal perusahaan dibekukan, setiap waktu menjadi “bero” (Jawa, maksudnya tanah kosong yang tidak dimanfaatkan). Apabila banyak modal uang dibekukan, apabila pecahan-pecahan kapital yang lepas ini hanya lambat mengalirnya kembali keperusahaan-perusahaan produksi, maka yang pertama-tama berkurang ialah permintaan kepada alat-alat produksi dan tenaga-tenaga kerja. Ini berarti segera merosotnya harga-harga dan keuntungan-keuntungan dalam industri alat-alat produksi, bertambah beratnya perjuangan serikat sekerja, turunnya upah-upah kaum buruh. Tapi kedua peristiwa itu berpengaruh pula atas industri-industri, yang membikin barang-barang keperluan sehari-hari.
Permintaan kepada barang-barang yang langsung dibutuhkan untuk memenuhi keperluan orang, berkurang, pertama oleh karena kaum kapitalis yang mendapat enghasilannya dari industri-industri alat produksi, lebih sedikit mendapat untung, dan kedua karena bertambah besarnya pengangguran dan turunnya upah-upah, mengurangi tenaga pembeli golongan buruh. dalam perusahaan-perusahaan barang-barang keperluan hidup, harga-harga, keuntungan-keutungan, upah-upah buruh merosot pula; demikianlah penarikan sebagian besar dari modal uang dari peredaran kapital dalam industri umum, berakibat merosotnya harga-harga, keuntungan-keuntungan, upah-upah, serta bertambah banyaknya pengangguran. Maka pengetahuan ini buat maksud kita penting sekali, sebab sekaranglah baru bisa kita mengerti maksud-maksud politik kapitalis untuk menguasai (negeri lain). Politik ini bergiat mencari lapangan untuk menanaman kapital dan pasar-pasar buat penjualan barang-barang. Sekarang mengertilah kita bahwa ini bukan soal-soal yang berdiri sendiri-sendiri, tapi, pada hakekatnya adalah satu soal saja’.
Tetapi mengapa pemikiran sebagian Elit Bangsa masih saja terlalu jauh bergeser dari cita kemerdekaan itu. Mereka tidak mampu menangkap persoalan yang timbul tersebut secara cepat dan cerdas demi kepentingan Bangsa dan Negara. Karena itu, para Pemimpin jangan selalu tertumpu terhadap masalah yang sangat sempit, tetapi harus pula mampu melihat masalah nasional secara totalitas sebagai suatu tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal sebagai Pemimpin tentunya harus mampu memecahkan berbagai masalah Bangsa dan Negara Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke secara sadar dan bernas, bukan hanya sebatas persoalan pada bidang tertentu saja tetapi haruslah menjadi cara pandang yang dikembangkan secara utuh dalam melihat NKRI sebagai suatu bangsa dan negara yang berdaulat.
Bahkan jauh sebelumnya, Bung Hatta (Muhammad Hatta), Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, menyatakan, bahwa: kedudukan kita dalam dunia internasional ikut menentukan politik jang mesti kita djalankan untuk membela kepentingan negara kita. Sebagai penduduk pulau-pulau pada persimpangan djalan dan perhubungan internasional, jang masih dilingkungi oleh negara-negara kapitalis besar, kita tak mudah dengan begitu saja, dengan sembojan belaka, melepaskan diri dari kungkungan kapitalisme internasional.
Karenanya, Pemimpin sejatinya adalah lokomotif yang mampu menggerakan serta memperjuangkan taraf kehidupan bangsanya menuju kemandirian serta daya saing. Tentunya, hal itu bukan hanya terjadi pada tataran retorika belaka. Tetapi, hal itu harus disertai dengan upaya nyata dan cara pikir yang terbuka (transparan) sesuai Tupoksi masing-masing instansional/kelembagaan negara sebagai kesatuan kepemimpinan yang sistemik. Sekaligus telah dibekali oleh sumberdaya nasional secara keseluruhan. Selama prinsip kebersamaan dan keterpaduan tersebut tidak tercapai maka jangan berharap banyak akan mudah mewujudkan kesejahteraan umum di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ruang Publik menjadi arena perebutan kepentingan dan kebutuhan. Sehingga keterkaitan yang kuat antara kepentingan perlindungan hukum terhadap animo berbagai kepentingan lainnya haruslah diletakan pada keadilan yang sesungguhnya. Animo bisnis dalam penguasaan sumberdaya air, minyak, batubara, mineral, dan seterusnya harus ditempatkan dalam posisi tidak merugikan publik apalagi kepentingan nasional. Kepentingan pertahanan dan keamanan juga tetap memandang aspek kehidupan secara simultan dan prospektif sebagai alat pertahanan yang efektif dan potensial.
Dewasa ini Industri Strategis masih diwarnai maraknya peristiwa hukum, bahkan modus kejahatan terkait penyelenggaraan industri strategis di Indonesia. Terbukti dari maraknya protes warga bangsa atas realisasi sejumlah proyek rioritas, proyek strategis negara, dan objek vital negara di berbagai daerah. Adanya ketidakpastian dan disharmoni hukum telah memicu konflik di sektor ketenagakrjaan, krisis lingkungan hidup, persoalan tata kelola minerba, irasionalitas dalam skema investasi di sektor migas. Investasi dalam perkembangan infrastruktur wilayah, misalnya terkait konflik kepentingan dalam pengembangan eko city di pulau Rempang Riau, Reklamasi Pantai Utara Jakarta, beberapa pulau-pu;ai kecil dan terluar di tanah air, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, semakin tinggi arus investasi dalam ketimpangan hukum maka pasti memicu rasa ketidakadilan sosial ekonomi. Bahkan industri strategis yang pernah eksis perlahan telah berhenti beroperasi padahal terkait hajat hidup orang banyak serta potret kemandirian Republik Indonesia. Misalnya Pabrik Gula Nasional di beberapa daerah sudah jadi barang rongsokan, maka itu tatakelola investasi yang buruk, maka perlahan tetapi pasti alan dapat menenggelamkan jatidiri bangsa dan negara. Hal itu timbul sebagai akibat lemahnya komitmen untuk melaksanakan konsensus nasional dalam tata kelola industri strategis. Seringkali juga ditimbulkan oleh perubahan kebijakan dan keputusan publik dalam periodisasi pemerintahan yang cenderung menyeret konflik kepentingan di sektor industri strategis. Bahkan, persoalannya tidak sampai disitu, konflik kepentingan telah memicu instabilitas ekonomi nasional.
Dibutuhkannya solusi hukum terkait dengan persoalan yang mempengaruhi Eksistensi Industri Strategis Nasional, sehingga Industri Strategis terselenggara secara mandiri, sehat, berdaya saing, interkoneksi antar daerah, serta terkelola yang konstruktif dan produktif terkait pemanfaatan sumbrdaya strategis nasional berbasis ekonomi industri, dan mampu memenuhi hajat hidup orang banyak dalam iklim demokrasi ekonomi. Hukum harus tetap dapat menjadi sarana yang efektif dalam memproteksi serta berfungsi sebagai mekanisme Penegakan Hukum guna mewujudkan Kepastian Hukum bagi semua pihak (anak bangsa), sehingga ia terhindar dari kondisi disharmoni, konflik kepentingan yang kontraproduktif, penyimpangan, pelanggaran (offense) dan penyelewengan serta perbuatan melawan hukum lainnya. Oleh karena itu, aspek pengaturan Industri Strategis harus dikonstruksikan dalam Sistem Hukum Industri menurut perpektif pemikiran yang berlandaskan ideologi negara, konstitusionalitas serta kepastian maupun harmonisasi hukum positif dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Merdeka, Berdaulat, Adil, Makmur, dan Sejahtera.
Semoga kita tidak melupakan kerangka pemikiran menuju Indonesia Merdeka yang telah diletakan oleh foundig fathers NKRI. Maka itu, di Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-78 ini, dalam masa transisi kepemimpinan nasional, semoga dapat menghadirkan para pemimpin yang lebih mampu memegangteguh Cita Bangsa dan Negara serta Cita Konstitusionalitas Negara Kesatuan Republik Indoesia secara sungguh-sungguh. Jayalah negeri, jayalah Indonesia.(Uzn)