Buku ini ditulis oleh Undrizon, S.H., M.H. sebagai upaya secara mandiri dalam menguak fenomena, dinamika, irama dan kekuatan global khususnya dalam aspek upaya-upaya penataan ekonomi agar berjalan secara berkeadilan untuk semua bangsa dan negara. Buku ini juga dimaksudkan sebagai wujud kontribusi sebagai Anak Bangsa dalam kerangka berlomba untuk kebaikan, meskipun disadari adanya masih jauh dari kadar kesempurnaan sebagai Karya. Tetapi, terlepas dari semua itu adalah suatu kepuasan dan kebahagiaan bagi kami untuk saling mengingatkan tentang sesuatu kebaikan dengan kesabaran sabagai Anak Bangsa yang menjalani hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Buku ini juga dimaksudkan sebagai upaya secara mandiri dalam menguak fenomena, dinamika, irama dan kekuatan peradaban global agar menjadi perhatian bersama segenap anak bangsa agar fenomena kemajuan global tidak berdampak kontraproduktif dan sistemik terhadap eksistensi NKRI.
Buku ini juga sebagai wujud dari unek-unek Penulis sendiri sebagai Advokat (Praktisi di Bidang Hukum), maupun sebagai bentuk intensitas Studi Kekhususan dalam aspek Hukum Internasional, utamanya terkait dengan Hukum Ekonomi Internasional. Sekaligus juga karena adanya motivasi yang telah terbangun dari kelakar seorang Profesor Satjipto Rahardjo, dalam sebuah kesempatan pada kuliah umum di Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, yang mana kurang-lebih – Beliau pernah menyatakan, bahwa seorang Sarjana Hukum yang tidak mengerti tentang Ilmu Ekonomi sama saja dengan seorang Dokter yang tidak mengerti tentang Ilmu Farmasi (Obat-obatan) dan atau formula tentang pengobatan.
Buku ini disusun dari berbagai informasi terkait, hasil analisa serta penulisan opini terkait berbagai pembahasan dalam aspek sosio-ekonomi dan politik yang utama tentang diskursus tentang seputar aktivisme stakeholders yang mewarnai perkembangan globalisasi dari waktu ke waktu. Lantas, kemudian dijabarkan kedalam buku yang berjudul: The Global Advocates, Hukum Ekonomi Internasional Menegakan Keadilan Menurut Hukum Dalam Dimensi Rekonstruksi Aktivisme Bisnis Global Suatu, Pantauan Kritis Dan Analitik, – yang terdiri dari 12 (dua belas) Bab, menjadi 3 (tiga) jilid sebagai satu kesatuan (trilogi), diterbitkan oleh Penerbit Pelangi, di Yogyakarta, Januari 2017.
Pada Bab Pertama, mengupas mengenai seluk-beluk globalisasi dan hegemoni kepentingan dunia, sehingga lebih melihat pada persoalan globalisasi yang membutuhkan penyesuaian, keserasian serta transformasi nilai-nilai kehidupan secara global. Maka itu, disharmoni hubungan kerjasama global terkadang telah menimbulkan konsekuensi logis yang mendorong terjadinya restrukturisasi negara dan rekonstruksi ekonomi domestik. Sehingga terlihat jelas ketidakberdayaan eksistensi negara atau pemerintahan dalam menyikapi berbagai implikasi kemajuan ekonomi nasional yang paradoksial serta anomali ketika berhadapan dengan sirkuit kepentingan bisnis global. Sekaligus di dalam Bab ini dijelaskan mengenai realitas konsepsional terkait transisi kehidupan dalam era Perang Dingin (cold war). Semua itu, menjadi sebuah deskripsi tentang realitas yang aktual dalam perkembangan ekonomi politik di berbagai penjuru dunia. Karena itu, dibutuhkan pendekatan suatu sikap yang dinamis dan berbagai pendekatan yang lebih lentur dalam menentukan arah kebijakan serta keputusan nasional terhadap kondisi global yang tengah berkembang.
Terkadang telah menimbulkan berbagai resistensi negara yang menghambat perkembangan globalisasi secara progresif dan konstruktif. Itu sebabnya, sebagai bangsa dan negara, tentunya harus bisa membaca arah perubahan sebagai konsekuensi logis dari berbagai kecenderungan modernisasi, konektivitas sosio-ekonomi, indeks kemajuan produk kebudayaan domestik, tingkat kesejahteraan penduduk, kekuatan sosial politik serta pertahanan dan keamanan. Jangan sampai indikator-indikator utama tersebut menimbulkan atau memicu terjadinya kerancuan millennium. Namun demikian, bahwa skenario pembangunan domestik tetap berjalan dengan kekuatan jatidiri serta kemandirian dalam posisi sebagai bangsa dan negara. Sebab, aneka kepentingan yang bermain tanpa kendali hukum, atau bertindak dengan keinginan sepihak, maka jelas akan berdampak pincangnya arah peradaban global. Kepincangan itu terlihat dalam segregasi kepentingan antar pelaku ekonomi global yang menyeret persoalan domestik secara tidak adil.
Pada hakekatnya, bahwa setiap negara memiliki hak dan kewajiban menurut hukum dalam menjalani peranannya untuk mencapai Cita-cita negara yang telah digariskan secara konstitusional serta tersirat di dalam riwayat kebangsaan dan kenegaraan masing-masing yang harus dihargai dan dihormati. Oleh karena itu, setiap negara atau bangsa berhak mengelola segala ragam sumber dayanya, yang terbebas dari bentuk-bentuk kolonialisasi bangsa atau negara lainnya demi keadilan dan kemanusiaan.
Bab Kedua, menjelaskan soal perkembangan politik dan demokrasi global. Dalam hal ini tentunya perlu mendudukkan solusi atas berbagai persoalan terkait dampak percepatan demokratisasi dalam fenomena kehidupan global. Meskipun demokrasi telah menyuburkan semangat kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang positif, sekaligus mampu mengantisipasi segala implikasi negatifnya terutama soal konspirasi birokrasi dan distorsi kekuasaan dalam penatakelolaan sumberdaya yang ada. Karena itu, diperlukan penguatan visi nasional dalam setiap rumusan agenda strategis pembangunan nasional serta lokal. Jangan sampai visi tersebut bergerak dalam irama keinginan atau obsesi Pihak-pihak tertentu yang hanya berbalut kepentingan dan keuntungan sepihak (vested interests) tanpa mengindahkan kepentingan nasional (negara dan bangsanya sendiri). Upaya-upaya dalam membangun kekuatan regionalisme itu hanya sebagian kecil saja dari upaya untuk menghadang derasnya liberalisasi ekonomi internasional, tetapi hal itu tidak terlalu esensial dalam konteks hubungan kerjasama global. Liberalisasi adalah juga sebagai keharusan dalam ekspansi dunia usaha.
Dahsyatnya arus liberalisasi itu, justru menandakan telah terjadinya dinamika global yang begitu hebat. Namun demikian, perangkat hukum yang harus senantiasa diperkuat, bukan diperlemah. Diperkuat itu berarti bahwa hukum ekonomi mampu menyeleksi tindakan yang destruktif secara otomatis. Untuk itu, segala nilai-nilai keadilan dan peradaban harus ditonjolkan, agar memberikan landasan rasionalitas hukum yang baik. Hukum bukan hanya sekadar sebagai halang-rintang terkait kecepatan perkembangan sosio-ekonomi global. Tetapi, memberikan suatu cerminan kebaikan dan mentalitas yang konstruktif dalam interaksi dunia usaha meskipun terkesan sangat pragmatis, profite oriented, terkesan tanpa nilai, dan seterusnya. Hukum Ekonomi akan melahirkan kesadaran, bahwa mustahil, sebagai manusia berbuat dengan kecurangan, tidak elok, tidak adil, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, yang terpenting ialah bagaimana Hukum Ekonomi agar senantiasa dan terus-menerus mendukung perkembangan kemampuan daya saing domestik tetapi harus mengindahkan penerapan norma hukum, etika bisnis, sikap bisnis yang konstruktif dan produktif, maupun soal implikasi modernisasi dalam situasi post modernism serta efektivitas mekanisme penegakan hukum (law enforcement). Termasuk upaya meningkatkan kemampuan dalam memposisikan secara konstruktif dan produktif antara tujuan publik terhadap kepentingan privat, sejalan dengan skema gagasan tentang pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) sebagai suatu tren kritis yang mutakhir. Pertimbangan strategis terhadap skenario pembangunan yang konvensional sehingga mampu menempatkan tatanan ekonomi global agar tetap memperkuat eksistensi bangsa dan negara (nasionalitas) terhadap perkembangan lingkungan strategis global. Apalagi terhadap hal-hal yang mendukung pencapaian demokrasi ekonomi global yang bersumber dari dukungan faktor kemajuan peradaban masyarakat global itu sendiri.
Bab Ketiga, mengutarakan tentang kemajuan dalam berbagai aspek keagamaan, sosial, dan kebudayaan. Hal ini juga seirama dengan aktivisme globalisasi melalui peranan berbagai Badan-badan khusus PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) yang mengurus berbagai persoalan secara spesifik, seperti: perekonomian, sosial, kebudayaan, lingkungan hidup, pendidikan, perburuhan, perindustrian, pengungsian, kesehatan, dan seterusnya. Selanjutnya, mengetengahkan pula tentang aksi serta reaksi kehidupan masyarakat global terhadap dinamika kehidupan keagamaan dalam tren kritis domestik. Sehingga di dalam Buku ini juga bermaksud menguak soal eksistensi Benua Asia dalam kaitannya dengan pengaruh yang sangat kontras dari segi kesadaran masyarakatnya yang memiliki falsafah kehidupan rohaniah (batin) yang luhur. Semua itu, telah terlembagakan di dalam eksistensi keagamaan, moralitas hukum, dan etika sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, moralitas hukum harus mewarnai kondisi kehidupan global yang dipenuhi suasana damai, dialogis, dan dinamis, adil, dan kesejahteraan yang diharapkan dapat memacu kebangkitan peradaban umat manusia di seantero bumi.
Bab Keempat, menguraikan tentang konsistensi kehidupan masyarakat global untuk menghargai dan selalu mendukung pembangunan serta efektivitas Hukum Ekonomi. Oleh karena itu, diharapkan adanya suatu pengaturan tingkah-laku ekonomi dunia secara berkeadilan dan senantiasa menghargai moralitas hukum. Memperkuat Tatanan Hukum Ekonomi Internasional yang sejalan dengan corak interaksi bisnis global yang terkadang dipenuhi oleh cara ilegal, curang, tidak sehat, destruktif, dan lain sebagainya. Sehingga kedepan juga membutuhkan kehadiran Pengadilan Kriminal Internasional, Badan Arbitrase maupun Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternative Disputes Resolution – ADR) lainnya yang sinergis dengan tuntutan kemajuan di bidang ekonomi Internasional.
Bab Kelima, menerangkan soal keberadaan sektor ketenagakerjaan (employment) dan Sumberdaya Manusia. Termasuk soal dampak globalisasi terhadap ketersediaan lapangan kerja, transisi demografik dalam kemajuan peradaban ekonomi bisnis, dan pembangunan di berbagai bidang. Penegakan Hukum yang esensial sesuai mekanisme sistem peradilan domestik maupun dalam kerangka penguatan atau efektivitas serta rekonstruksi Hukum Ekonomi Internasional. Lantas, menjelaskan tentang keberadaan skema hukum dalam sektor perindustrian, perdagangan, keuangan global dan seni investasi. Termasuk pentingnya peranan serta perkembangan perdagangan alternatif internasional, sebagai model pilihan mekanisme ekonomi bisnis oleh Para Pelaku Usaha, sekaligus memantau peranan Fair Trade pada dekade mendatang, yang tergambar dalam kekuatan konsumen hijau global (global green consumers). Oleh karena itu, dalam hal ini begitu pentingnya menegakan etika bisnis, dan apalagi efektivitas hukum ekonomi.
Bab Keenam, mengutarakan tentang posisi strategis lingkungan hidup dalam kaitannya dengan persoalan dampak kemajuan di bidang transportasi, baik darat, laut, dan udara. Lebih jauh menyinggung pula soal kemerosotan kualitas dan kuantitas sumberdaya nasional, sebagai konsekeunsi logis bencana alam, eksplorasi sumberdaya alam secara ilegal, dan distorsi pemahaman tentang konsep pembangunan berkelanjutan menurut hukum. Sekaligus mengungkap tentang peranan teknologi dalam mendukung kemajuan ekonomi. Sekaligus soal urgensi dari keberadaan infrastruktur informasi serta aksesibilitas publik, dan sikap yang akomodatif terhadap kemajuan teknologi dalam konteks eksplorasi minyak, maka itu dibutuhkan sikap hidup hijau bersama teknologi.
Bab Ketujuh, menguraikan tentang pola kekuatan hubungan transnasional dalam bingkai iklim bisnis global. Dalam hal ini terkait pula dengan posisi skema kerjasama di Kawasan Uni-Eropa dan Asia. Untuk itu, secara konkret telah dilakukannya beberapa kali pertemuan dalam kerangka kerjasama AE (Asia dan Eropa), misalnya dalam pelaksanaannya ASEM (Asia Eropa Summit), ketika Buku ini dibuat telah berlangsung Sidang ASEM Ke – 11 (Kesebelas) di Mongolia. Bahkan di dalam konteks ini juga sudah menjelaskan soal kebesaran bangsa Amerika Serikat di pentas kerjasama global. Misalnya, terkait dengan kontekstualitas hubungan kerjasama antara Jepang dengan Amerika Serikat dalam skema hubungan diplomatik, keuangan, dan politik strategis.
Selain itu, juga terkait dengan keberadaan negara Rusia dalam mencapai kemajuan ekonomi dalam skema kerjasama global. Termasuk kerjasama Indonesia dan Jepang yang semakin intensif dari waktu ke waktu. Kemudian, lebih lanjut mengetengahkan tentang sengketa perdagangan internasional yang melibatkan Indonesia. Menjelaskan posisi Indonesia dalam keberadaan serta kiprahnya terhadap kemajuan perdagangan domestik dan global. Secara khusus juga perlu melihat tentang strategi baru perusahaan Italia dalam menghadapi badai globalisasi. Terjadinya instabilitas hubungan internal dalam Uni Eropa (Eropa Bersatu), yang harus terungkap kembali karena referendum Negara Inggris untuk keluar dari Uni Eropa, yang kemudian dikenal dengan Referendum Brexit. Padahal perjanjian Mastrich telah mendahului cita-cita untuk membangun soliditas ekonomi global di benua Eropa tersebut. Perubahan terus terjadi secara dramatis dalam skema kompetisi ekonomi bisnis global terkait prototipe masa datang dalam arti luas.
Bahwa, isolasi Internasional terhadap eksistensi ekonomi Rusia juga menjadi objek pengamatan yang cukup menarik pula. Termasuk pentingnya pengertian tentang masalah perdagangan internasional (world trading) dan investasi asing (foreign investment) langsung. Implikasi internasional dalam bayangan kebangkitan ekonomi Rusia paska perang dingin. Jaringan organisasi produksi lintas negara, keberadaan APEC serta daya saing ekonomi Asia.
Bab Kedelapan, mengetengahkan tentang perkembangan ekonomi regional dalam kaitannya dengan intensitas kemajuan kesejahteraan dan stabilitas internasional. Pentingnya sarana dalam memfasilitasi perdagangan global dalam skema kerjasama APEC, dan persetujuan perdagangan bebas dunia. Selanjutnya mengutarakan pula tentang kebijakan global dalam totalitas strategi dalam membangun kekuatan ekonomi di pentas percaturan sosial ekonomi global. Totalitas strategi global yang tergambar dalam tingkah-laku perusahaan multinasional. Sehingga membutuhkan suatu tatanan ekonomi bisnis global.
Bab Kesembilan, menjabarkan soal liberalisasi perdagangan paska WTO, sehingga ada jawaban yang tuntas mengenai pelaksanaan semua ketentuan yang telah dicapai dalam perundingan Putaran Uruguay. Perlunya upaya untuk selalu menjembatani kemandirian ekonomi nasional, dan visi perdagangan nasional. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap proaktif diplomasi ekonomi Indonesia terkait berbagai ragam perhimpunan ekonomi dunia, libralisasi perdagangan dan kedaulatan nasional.
Bab Kesepuluh, menjelaskan posisi Hukum Ekonomi Internasional terhadap pengaruh ideologi dan politik dalam proses penataan kehidupan ekonomi global. Mulai dari Era Merkantilisme bergerak menuju liberalisme perdagangan global yang membuka cadar kepentingan domestik. Maka itu, terlihat jelas fenomena global yang sangat dipengaruhi oleh psikodrama dalam praktek perdagangan global sebagai suatu realitas yang fenomenal, dimensionalitas dan kaidah-kaidah yang mempengaruhi spektrum Hukum Internasional, maka itu pula kemudian berimplikasi terhadap tatanan dan dinamika ekonomi global.
Hukum Perdagangan Internasional harus tetap ditumbuh-kembangkan sejalan dengan semakin beragamnya formulasi gagasan dalam berbagai Forum Kerjasama Dunia, meskipun masih minim realisasinya.
Bab Kesebelas, mengutarakan berbagai konstelasi pemikiran hukum dalam era demokrasi yang membangun format ekonomi Indonesia paska Orde Baru. Sehingga dapat digambarkan perspektif hukum untuk mengawal transisi skema ekonomi sentralistik kembali ke Tatanan Ekonomi Pancasila bagi perkembangan demokrasi ekonomi domestik dalam lingkup prinsip Hukum Internasional. Sekaligus menjelaskan perkembangan Hukum Ekonomi Indonesia paska Orde Baru, agar mampu menjawab berbagai tafsir hukum terkait hasil persetujuan perundingan Putaran Uruguay secara konstruktif serta produktif bagi kepentingan ekonomi nasional. Dan, bagaimana kebijakan politik hukum ekonomi nasional dalam memacu dan membangun jiwa-jiwa bisnis (entrepreneurship) yang berpotensi meningkatkan daya kemandirian ekonomi nasional.
Bab Kedua Belas, mengungkapkan tentang keberadaan ekonomi nasional dalam menyikapi segala bentuk peluang dan tantangan dalam membangun militansi ekonomi nasional di mata internasional. Kerjasama ekonomi internasional sebelum dan sesudah perundingan Putaran Uruguay. Oleh karena itu, diperlukan suatu kalkulasi menyeluruh dan terintegrasi terkait potensi sumberdaya strategis nasional, IPTEK, dan lain sebagainya – agar mampu meningkatkan daya saing ekonomi nasional dalam skema persaingan global menurut hukum yang berkeadilan. Termasuk soal kejelasan mengenai pola serta strategi ekonomi makro maupun mikro dalam kerjasama global terkait konsistensi orientasi ekonomi nasional menurut hukum.
Keberadaan Hukum Ekonomi Internasional sangat dibutuhkan dalam memantapkan tatanan kehidupan bangsa dan negara, sejalan dengan upaya memperkuat daya saing ekonomi, khususnya pengaturan yang melandasi segala dinamika perilaku dunia usaha. Hukum Ekonomi secara sistemik telah menjadi perangkat normatif hukum dalam menyiapkan solusi hukum atas berbagai konflik di bidang Dunia Usaha (Bisnis). Apalagi, kemudian terkait adanya kompleksitas persoalan dalam lalu-lintas perdagangan nasional dan global. Sehingga perlu dilengkapi dengan pengaturan yang konstruktif dan berkeadilan menurut Hukum Ekonomi Internasional. Meskipun, saat ini, Dunia telah dilengkapi dengan berdirinya World Trade Organization (WTO), yang memungkinkan perdagangan global bisa berjalan secara kreatif, kondusif dan produktif. Setelah WTO resmi beroperasi pada 1 Januari 1995, sehingga kehadiran WTO akan menjadi semacam out put atas refleksi gagasan global untuk menata perkembangan kerjasama internasional dalam bidang Perdagangan, Keuangan, Investasi, Perbankan, Produksi, Hak Kekayaan Intelektual, Pertanian, Teknologi (utamanya Teknologi Industri serta Telekomunikasi dan Informatika), dan berbagai bentuk aktivitas dunia usaha/bisnis yang semakin berkembang sebagai konsekuensi logis dari interaksi berbagai elemen yang saling mempengaruhi dalam dunia perdagangan.
Terlepas dari konteks persoalan itu, WTO juga hadir sebagai akibat dari adanya pengaruh intensitas kemajuan dalam konteks hubungan internasional yang semakin tinggi dengan suatu corak kontelasi kemajuan peradaban (civilization) dunia secara multidimensional, yang berangkat dari inti persoalan sosio-ekonomi. Termasuk upaya agar dapat menjadikannya sebagai pedoman serta mengamati berbagai indikasi atas kecenderungan perkembangan ekonomi global sejak terbentuknya GATT (General Agreement nn Tariff and Trade), pada 1947, yang begitu kontras pengaruhnya terhadap kemajuan ekonomi global terkait dalam memfasilitasi atau menjadi infrastruktur bagi segala bentuk aktivisme Perdagangan Dunia (World Trade).
Ternyata kemudian eksistensinya terus berlanjut dalam mengukur interaksi ekonomi global secara normatif-kualitatif terhadap intensitas kemajuan kompetisi perdagangan global yang semakin terbuka (World Trade Disclosure Competition), meskipun dalam corak yang lain. Begitu juga terhadap intensitas perkembangan ragam persoalan baru yang tetap akan terus mengemuka serta terjadi dalam persaingan ekonomi global secara berkelanjutan. Kondisi tersebut sudah barang tentu kemudian menjadi Pekerjaan Rumah yang cukup berbobot bagi berbagai Negara Bangsa untuk segera membenahi kebijakan strategisnya masing-masing pada semua sektor terkait secara integratif dan konvergensif agar senantiasa eksis di panggung ekonomi global. Maka itu, tidak terkecuali Indonesia sebagai bangsa dan negara yang besar, yang berada pada posisi silang kepentingan global. Oleh karenanya, dibutuhkan konsistensi sikap serta tindakan bagi segenap usaha-usaha untuk membangun tatanan kehidupan nasional yang lebih-baik di tengah lingkaran strategis kepentingan global.
Dengan demikian, maka sangat dibutuhkan adanya suatu kemampuan dalam menakar arah perkembangan zaman, agar Indonesia (NKRI) tetap mampu memainkan peranannya yang semakin baik, disegani, strategis, progresif, produktif, dan konstruktif dalam skema perdagangan global tersebut. Fokusnya tentu terletak pada upaya bagaimana membawa perkembangan situasi ekonomi domestik, sehingga bisa berubah lebih-baik, dinamis, progresif, kompetitif, produktif, dan lentur tetapi tetap tegak atau kuat manakala perlu menyesuaikan diri terhadap perkembangan dunia yang aktual.
Sejalan dengan realitas tersebut, maka Indonesia dalam percaturan perekonomian global harus mampu menunjukan diri (personalitas) sebagai salah-satu negara yang berdaulat dan merdeka, yang memiliki keunggulan absolut, keunggulan komparatif, dan lain sebagainnya yang memungkinkannya untuk selalu tumbuh-kembang menjadi entitas tersendiri dalam konteks kehidupan ekonomi global yang harus diperhitungkan secara internasional. Sekurang-kurangnya Indonesia dengan nilai tambah (added values) yang telah dimilikinya mampu menyokong kemajuan di bidang ekonomi. Hal itu bertujuan agar keterbukaan ekonomi global (inclusion) yang terjadi dewasa ini dapat membawa angin segar bagi tercapainya kemajuan pertumbuhan ekonomi domestik berdasarkan regulasi yang telah ada. Selanjutnya, perkembangan ekonomi nasional sudah semestinya mendapatkan kesempatan yang sebanding serta berkeadilan secara global yang seirama dengan upayanya secara mandiri untuk terus dan mampu menjadi negara dengan kekuatan ekonomi yang mandiri, lebih kompetitif dan produktif dibandingkan dengan negara dan bangsa lainnya menurut hukum yang berlaku dan mengikat.
Kebijakan ekonomi yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi serta mengoreksi pasar global secara signifikan, tentunya akan menjanjikan bagi Indonesia yang sudah semestinya bisa menjaga segala ragam potensi ekonomi nasionalnya. Misalnya, aneka ragam komoditas serta produk nasional yang berdimensi strategis dan global, antara lain: Minyak Bumi, Gas, Batubara, Mineral, dan lain sebagainya. Termasuk pula sejumlah komoditas yang berasal dari sektor pariwisata (tourism), pertanian (agriculture), perkebunan (plantation), kehutanan (forestry products), kelautan dan perikanan (maritim), dan lain sebagainya.
Masih teringat, ketika, September 1988, telah digelar sebuah Sidang Khusus GATT, yang dihadiri oleh Negara-negara Anggota di Punta Del Este, Uruguay, sebagai bagian dari upaya yang bersifat instruksional agar kelompok pembahas mampu mengangkat gagasan serta pemikiran strategis agar kemudian dapat diwujudkannya agenda internasional sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Putaran Uruguay. Termasuk rangkaian agenda yang telah disusun menuju terbentuknya WTO. Meskipun target awalnya ialah mewujudkan gagasan dari Negara Anggota pada 1990, namun kemudian dianggap masih terlalu lama. Sehingga kemudian dipercepat, pertimbangannya agar segera merealisasikan segenap agenda tersebut secara kolektif untuk kepentingan ekonomi global yang semakin berkembang pesat. Oleh karena itu, sejak 1987 telah berkembang suatu sikap dari Negara-negara Dunia yang tergabung tersebut untuk merekonstruksi kembali berbagai potensi konflik kepentingan global yang terbuka yang perlu diantisipasi segera dalam konteks kerjasama bisnis internasional yang masih diwarnai situasi serta kondisi yang krusial, distortif, dan inkonsistensi. Oleh sebab itu, berbagai diskursus tentang sebuah tatanan global yang baik, dan rangkaian upaya konkret maupun aktivisme global harus tetap dikembalikan serta diletakan pada fondasi atau landasan Hukum Internasional yang sesungguhnya. Sehingga globalisasi melahirkan peradaban penduduk dunia yang semakin baik atau konstruktif serta produktif. Sejalan dengan semangat perdamaian, upaya agar tegaknya HAM, kesetaraan (equality), kebebasan (freedom), dan etika dalam interaksi hubungan internasional (international relationship).
Hukum Ekonomi Nasional semestinya selaras dengan upaya-upaya dalam menerapkan secara konkret terkait Konstitusi (UUD 1945) sebagai konstruksi hukum dasar nasional di tengah pergaulan global. Karena itu, konstitusi sebagai produk pemikiran kolektif Anak Bangsa dalam menyikapi dinamika politik nasional dan global. Itu berarti, bahwa perlu adanya kesadaran bersama antara pemimpin bangsa ini beserta Warga Bangsa untuk mewujudkan kehidupan nasional yang demokratis, sehingga kemudian dapat membuka berbagai peluang guna tercapainya tujuan pembangunan nasional sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Konstitusi NKRI itu sendiri.
Karena itu, dibutuhkan suatu sikap pandang dan gerak yang serasi, seimbang serta konstruktif bagi segenap Anak Bangsa dalam menata arah kehidupan domestik agar tidak terlalu larut dalam kondisi maupun dinamika perubahan yang mempengaruhi konstruksi ketatanegaraan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai zamannya. Sehingga segala visi kepemimpinan nasional dan daerah haruslah jelas dalam penjabaran dan realisasinya sebagai visi kenegaraan dan kebangsaan secara kolektif dalam realitas kehidupan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh sebab itu, konstitusi telah digali dari nilai-nilai kehidupan nasional yang luhur, tujuannya agar bisa terhindar dari berbagai faktor eksesif yang memicu timbulnya kondisi kehidupan yang kontraproduktif.
Itu sebabnya, bahwa segenap kebijakan publik harus berjalan dalam garis rasionalitas hukum dasar nasional yang bernilai sebagai motivasi, potensi kekuatan daya saing, keseimbangan, progresif, dinamis, konstruktif, fundamental kebangsaan dan kenegaraan, serta produktivitas. Hal itu kemudian juga harus diimbangi dengan terselenggaranya kepemimpinan yang mampu melihat persoalan negeri (wawasan nusantara) dengan sepenuhnya, seutuhnya, atau secara totalitas.
Apalagi, terhadap posisi Indonesia sendiri dalam konteks kerjasama global (bilateral, trilateral, dan multilateral) yang masih aktual di berbagai bidang yang semakin gencar. Bagaimana menyikpi perkembangan kerjasama Indonesia dengan Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Korea, Negara-negara ASEAN, APEC, Rusia, Saudia Arabia, Senegal, Fiji, Australia, dan lain sebagainya. Sehingga praktis membutuhkan kesiapan infrastruktur hukum ekonomi dalam menjawab persoalan atas konsekuensi investasi, keuangan, infrastruktur, energi, listerik, air bersih, irigasi, telekomunikasi, dan seterusnya. Maka itu, hukum ekonomi semakin esensial posisinya untuk memberikan solusi yang berkeadilan dan kepastian menurut hukum.
Meskipun belakangan ini sudah banyak kasus hukum terkait dengan kejahatan yang berdimensi ekonomis dalam skala internasional. Mulai dari praktek bisnis yang berkedok investasi, koperasi simpan pinjam, sengketa hukum yang tergolong praktek trust, akuisisi yang bermasalah, kepailitan, perbankan, asuransi, leasing, dan seterusnya. Sejalan pula dengan menjamurnya bisnis yang berbasis online. Kata kuncinya, bahwa sebagai negara berkembang maka masyarakat beserta stakeholders yang ada harus mempersiapkan diri dalam satu gugus kesatuan agar mampu menghadapi berbagai ragam distorsi, deviasi. – bahkan kejahatan ekonomi yang berdimensi global. Maka itu, perspektif pemahaman tentang the Global Advocates menjadi suatu keharusan untuk mendukung terbangunnya kesejahteraan publik menurut keadilan ekonomi berdasarkan hukum.
Buku ini juga sebagai wujud kontribusi sebagai Anak Bangsa dalam kerangka menatap masa depan bangsa dan negara yang lebih baik. Tetapi, terlepas dari semua itu telah menjadi suatu niat ikhlas serta akan menjadi suatu kepuasan dan kebahagiaan tersendiri bagi kami untuk saling mengingatkan (sharing ideas) tentang kebaikan dengan penuh kesabaran. Maka itu, NKRI tetap eksis dalam menjalani kompleksitas kehidupan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka serta berdaulat seperti sekarang ini dan kedepan. Selamat membaca, semoga manfaat adanya. (Unzn)