Buku ini ditulis oleh Undrizon, S.H., dan diterbitkan pada Penerbit Rumah Pelangi, di Yogyakarta, pada 2013. Bahwa, menyadari betapa pentingnya rangkaian upaya untuk membuka cakrawala pandang anak bangsa tentang posisi hukum dalam konvergensi rasionalitas kebijakan nasional terhadap kerangka kebijakan publik yang efektif. Maka itu, rasionalitas hukum harus tetap terletak di antara berbagai rasionalitas dan irasionalitas yang dimiliki oleh elemen bangsa dan negara ketika hendak melahirkan aneka kebijakan nasional serta tindakan di berbagai bidang. Oleh karena itu, hukum dapat menjadi piranti dalam upaya penguatan arah dalam perspektif peradaban nasional untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang telah diamanatkan oleh konstitusi (UUD 1945) di tengah-tengah dinamika peradaban global yang kompleks.
Mewujudkan Indonesia yang lebih adil, maju, dan sejahtera sudah semestinya tetap bertumpu pada posisi kekuatan kebijakan dengan inspirasi hukum dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, hankam, serta berbagai dimensi yang berfungsi secara sinergis guna menunjang pencapaian dan terciptanya daya tahan untuk menghadapi intensitas persaingan kehidupan yang semakin kompleks dan global. Karena itu, sulitnya pencapaian kesadaran berbangsa dan bernegara adalah salah-satu konsekuensi dan menjadi kendala dalam membangun konstruksi budaya demokrasi yang utuh di tanah air. Masih, beruntung ketika masyarakat Indonesia yang berada di berbagai daerah dari Sabang sampai Merauke yang sesungguhnya telah hidup dalam suatu khasanah serta tatanan dengan irama kearifan demokrasi lokal berdasarkan tata-nilai kehidupan yang begitu tinggi (luhur) yang diwarisi dari zaman ke zaman.
Namun demikian, modal sosial seperti itu, masih harus diimbangi dengan kemampuan transformasi terhadap efek domino dari dinamika perubahan peradaban global yang senantiasa bergerak pada rasio kebijaksanaan secara global yang terkadang bisa luput dari konsernitas serta perhatian sebagai bangsa dan negara, kemudian memancing timbulnya kondisi kehidupan yang penuh suasana kegamangan ketika harus menentukan sikap, tindakan, dan kekuatan visi masa depan bagi bangsa-bangsa di berbagai belahan dunia, khususnya Indonesia. Maka itu, proses pendewasaan dan kemapanan dalam kehidupan nasional harus pula terganggu karena tidak dapat berjalan dalam keseimbangan antara rasionalitas masyarakat terhadap rasionalitas kebijakan nasional di alam kehidupan bangsa Indonesia yang demokratis, utamanya dalam periode rezim kekuasaan.
Oleh karena itu, pemimpin bangsa harus memulainya terlebih dahulu dalam bentuk upaya menyikapi dan bertindak atas dasar keyakinan, bahwa begitu pentingnya pemaknaan rasionalitas hukum dalam kebijaksanaan tersebut, sehingga mampu melakukan segala bentuk upaya realisasi skema program kerja sesuai hirarkis, stratifikasi, wewenang, tugas, fungsi, hak, dan kewajiban serta posisi strategis masing-masing. Tentulah harapan yang demikian tetap berpulang kepada kesadaran pemimpin nasional dan daerah bersama segenap warga bangsa untuk berkontribusi serta berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara demi kepentingan NKRI.
Sensitivitas masyarakat atas berbagai perubahan yang tengah terjadi hendaknya dapat mendorong peradaban nasional agar bergerak ke arah konstruksi kehidupan yang semakin baik, kompetitif dan produktif. Bukan saatnya lagi bangsa Indonesia hidup dalam kondisi ketertekanan (under pressured) secara psikologis. Sehingga, keterbukaan sikap dan tindakan semua warga bangsa harus dapat diposisikan sebagai hak dan kewajiban sesuai kaidah hukum yang berlaku sebagai bangsa yang merdeka serta berdaulat. Itulah yang disebut dengan ketaatan pada kekuatan supremasi hukum sebagai panji-panji kehidupan berbangsa dan bernegara (rules of law). Untuk itu, hukum harus menjadi takaran dan standar nilai yang harus dijunjung tinggi, dan hukum yang akan membentengi hak dan kewajiban tersebut secara seimbang, adil, bijaksana, dan beradab.
Sejalan pula dengan globalisasi maka daerah akan menjadi pintu-gerbang untuk menopang dan menggerakkan segenap potensi aktif geopolitik, geoekonomi, dan geostrategi dalam kerangka penguatan integritas nasional sebagai bangsa dan negara menuju Indonesia yang lebih mandiri, kuat, dan maju. Dalam masa transisi demokrasi di tanah air, maka telah menjadikan proses pembangunan selalu berada pada posisi yang selalu berbanding-lurus dengan euforia ekonomi politik.
Pembangunan nasional dengan tingkat partisipasi yang tinggi, maka proses itu boleh dikatakan sebagai hasil kontribusi semua elemen (anak bangsa sesuai kapasitasnya masing-masing), sehingga negara tidak perlu terganggu oleh karena maraknya kritisasi yang salah sasaran atau tidak terarah kepada kepentingan nasional secara objektif. Fenomena kritik dengan rasionalitas bahkan irasionalitas tertentu terkadang tetap diperlukan untuk mencapai penyempurnaan atas berbagai kelemahan dan kekurangan dalam konstruksi kepentingan nasional. Meskipun demikian, kritik jangan malah menjadi warna buram terhadap dinamika kehidupan warga bangsa dan utamanya dinamika kehidupan yang ada di berbagai daerah. Daya kritis masyarakat yang objektif justru akan menjadi cambuk atau motivasi bagi penguatan terhadap demokrasi, good governance, good corporate governance, dan tercapainya tujuan pembangunan secara berkelanjutan.
Sekali-lagi, adalah hukum sebagai parameter utama dalam mempertimbangkan solusi yang adil terhadap berbagai tingkah-laku kehidupan yang penuh dramatik. Terkadang hukum hanya semata-mata dipandang sebagai a tool of social engineering dan bahkan seringkali terkesan internalisasi nilai-nilai hanya dimaknai secara dangkal oleh stakeholders bangsa. Hukum menjadi tumpul dan tidak efektif manakala peranannya bukan lagi menjadi sistem bagi pencapaian keadilan yang substansial. Apalagi kalau hanya diwarnai dari aspek kepastian dan kemanfaatan hukum dengan alasan kebutuhan hukum, akan tetapi terkandung vested of interests atau sepihak, yang mana tentunya bukan kebutuhan hukum publik. Maka itu, akan mendefinisikan prinsip keadilan sebagai mahkota hukum.
Maka itu, hukum juga berfungsi untuk menegakan etika sosial-budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena itu hukum menjadi justice system di dalam skema dan struktur ketatanegaraan NKRI. Selanjutnya, hukum akan menjadi rujukan bagi para pengambil kebijakan (policy makers) dan pengambil keputusan (decision makers) penting bagi bangsa dan negara. Itulah sebabnya, maka segenap stakeholders dan kepemimpinan nasional harus menjunjung tinggi supremasi hukum tersebut. Meskipun dimungkinkan untuk tumbuh-kembangnya berbagai kreasi dan inovasi karya serta tindakan dalam konteks kepentingan nasional. Oleh karena itu jangan sampai mengorbankan kepentingan warga bangsa hanya karena subyektifitas atau kepentingan tertentu dalam konteks berjalannya kepemimpinan nasional.
Itulah sebabnya, pada buku ini kami mengetengahkan tema utamanya yang bernuansa hubungan dan eksistensi hukum terhadap perkembangan di berbagai bidang, seperti: ekonomi, politik, hankam, pencapaian stabilitas nasional, dan kondusifitas dinamika kehidupan masyarakat yang semakin demokratis di tanah air. Sehingga hukum dapat pula diartikan sebagai romantika dalam konstruksi jiwa bangsa. Konstruksi itu akan mudah tergoyah manakala bangsa ini tidak memiliki kesadaran hukum, ketika menghadapi gelapnya atmosfir kehidupan politik nasional dan internasional yang berkembang secara multidimensional. Hukum bisa menjadi sistem yang mampu mendukung transformasi budaya secara progresif, sehingga kesadaran sebagai bangsa tidak mudah tergerus atau goyah karena kuatnya animo kebijakan global dalam dialektika kekuasaan dan dialektika materialistik. Selamat membaca semoga manfaat. (Unzn).