Lawatan Presiden Prabowo, bertepatan dengan bulan November 2024, yang mana diwarnai oleh agenda strategis global di berbagai negara, seperti pertemuan APEC di Negara Peru dan G20 di Negara Brazil, kunjungan ke Negara: China, Amerika Serikat, Inggris, dan terakhir ke Uni Emirate Arab – yang disambut secara resmi oleh MBZ dengan kemeriahan serta dentuman suara meriam, – begitu juga optimisme antar negara sangat terkesan di sela-sela pertemuan APEC dan G20 tersebut. Sehinga pasca keterpilihannya serta dilantik pada Oktober 2024 selaku Presiden Republik Indonesia dengan kekuatan Tim Kabinet yang dibentuk langsung dihadapkan dengan agenda global sebagai rangkaian membangun situasional geopolitik dan geoekonomi secara konstruktif, bervisi, serta produktif. Sekaligus hendaknya dapat menjadi sarana legitimasi global untuk memperkuat eksistensi Republik Indonesia di fora Internasional.
Bahwa terbukti kehadiran Presiden Prabowo dalam setiap pertemuan bilateral maupun multilateral selalu mendapat apresiasi yang baik dari Negara Tujuan maupun Delegasi. Hal itu tentunya tidak terlepas dari sikap kepemimpinan Beliau yang penuh keterbukaan, fair, fokus, dan strategic, sehingga selalu mewarnai berbagai agenda sidang pembahasan tentang berbagai aspek demi kepentingan timbal-balik. Maka itu, kunjungan ke Negara Tiongkok, Amerika Serikat, Brazil, Inggris, dan Uni Emirat Arab serta berbagai agenda pertemuan dalam Forum Internasional, seperti: KTT APEC di Peru, dan G20 di Brazil. Untuk itu, kerja keras Beliau semoga dapat mewujudkan tujuan serta cita bangsa dan negara yang lebih maju, mandiri, dan kesejajaran dengan bangsa dan negara lainnya di seantero dunia.
Boleh jadi, menurut hemat kami, Dr. Undrizon, S.H., M.H., selaku Sekretaris Jenderal DPP PERTI (Dewan Pimpinan Pusat – Persatuan Tarbiyah Islamiyah), ternyata – dari fenomena ini, sesungguhnya telah menggambarkan betapa pentingnya karakter kepemimpinan seorang Presiden Prabowo yang kuat, tegas, demokratis, cerdas, progresif, tangkas, kecepatan, efektif, produktif, terbuka dan fokus yang senantiasa dibarengi dengan sikap yang familiar, friendly, optimis, ringan tanpa beban, kompak, dan komuikatif. Itulah yang juga sangat menentukan perubahan sikap pandang publik maupun penilaian yang semakin konstruktif terhadap diri Beliau dan pertaruhan terhadap Masa Depan Negeri ini. Tidak salah pula kalau pujian juga datang dari berbagai Kepala Negara, dan Kepala Pemerintahan, utamanya Presiden Peru, Dina Boluarte, yang mengatakan, bahwa Indonesia akan lebih maju dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo, yang juga kemudian menganugerahi “El Sol Del Peru” kepada Bapak Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Hal ini tentunya menjadi kebanggaan bagi Warga Negara Republik Indonesia.
Detik-detik, pelaksanaan agenda G20 Brazil, pada 18-19 November 2024, sepertinya sontak para peserta bergairah dengan setiap momen kehadiran Presiden Prabowo, – yang lebih riil menyampaikan ajakan untuk kerjasama dengan Indonesia, khususnya kerjasama investasi di berbagai sektor strategis. Misalnya, di sektor energi, green industry, dan berbagai komoditi strategis. Bahkan, secara lugas Beliau sampaikan, bahwa Indonesia tetap akan membenahi serta menyesuaikan diri terkait lapangan kerja dan atau ketenagakerjaan, aspek pertumbuhan, penggunaan teknologi mutakhir, nilai investasi, pajak yang bersaing, revenue, real values, dan secara konsisten ingin membangun lingkungan bisnis yang positif, kompromis dalam skema iklim berusaha yang sehat serta saling menguntungkan.
Di dalam agenda G20 Brazil kali ini juga, melalui keterangan singkatnya Presiden Prabowo tetap memuji keberhasilan Brazil dalam menangani masalah kependudukan dan mengatasi soal pemenuhan gizi masyarakat. Sehingga Indonesia yang jumlah penduduk terbesar keempat di dunia – ingin pula meniru keberhasilan tersebut. Hal ini diakui secara tegas di Froum G20 oleh Presiden Prabowo, bahwa keterpilihannya dalam Pemilu Presiden Republik Indonesia, salah-satunya dengan mengangkat gagasan tentang kemiskinan dan menyediakan makan bergizi bagi rakyat, terutama anak-anak yang masih banyak kekurangan gizi. Sepertinya hal ini cukup mendapat dukungan dan ‘gayung bersambut’ dari berbagai Negara Peserta G20, bahkan ketika kunjungan Presiden Prabowo ke Negara Inggris, melalui wakil Perdana Menteri Inggris, Angela Rayner – ternyata juga sangat mendukung program tersebut, sekaligus soal perubahan iklim, kehutanan, dan perikanan (fisheries) – seraya mengucapkan selamat dan sukses atas keterpilihan Presiden Prabowo tersebut.
Sementara itu, dari substansi Deklarasi G20 18-19 KTT G20 di Rio de Janeiro, Brazil, tetap menekankan pada situasi politik dan ekonomi internasional. Keterbukaan sosial dan atau masyarakat dunia, serta upaya memerangi kelaparan dan kemiskinan, maka pada poin 14 (empat belas) ini, telihat jelas dari gagasan Presiden Prabowo cukup terakomodir dengan baik. Termasuk soal penguatan rencana aksi Sustainable Development Goals (SDGs), prinsip-prinsip perpajakan (taxs principles), terkait dukungan finansial untuk pencapaian program SDGs, isu kesehatan, hak kebudayaan, anti rasial, soal diskriminasi dan lain sebagainya.
Selain itu, juga terkait dengan transisi energi dan perubahan iklim (climate change), rekonstruksi struktural maupun fungsionalitas PBB, utamanya tentang peranan Dewan Keamanan PBB, penguatan serta efektivitas instansional Sidang Umum PBB, melalui prinsip penghormatan terhadap Piagam PBB, arsitekntur keuangan global, sistem perdagangan multilateral, artificial intelligence, menyuarakan peranan Negara-negara Afrika di setiap perhelatan G20, serta berbagai kemungkinan untuk merekonstruksi kembali terkait eksistensi OECD dan ECOSOC sebagai lembaga-lembaga resmi PBB yang dapat diefektifkan dalam usaha-usaha mencari berbagai solusi bersama bagi negara-negara dunia. Dengan demikian, posisi PBB dapat kembali menjadi sebuah lembaga dunia dengan rekonstruksi ulang sesuai dengan perkembangan geoekonomi dan geopolitik, sehingga menjadi lebih adil dan seimbang serta produktif, disamping keberadaan perhimpunan-perhimpunan dan/atau organisasi-organisasi dunia lainnya yang masih terkesan diwarnai oleh dominasi negara-negara kuat, seperti: China, Rusia, dan Amerika Serikat, baik di sektor keuangan, investasi, hankam, serta Iptek.
Sebagai suatu perbandingan, bahwa setelah, pertemuan G20 di Hangzhou, yang lebih dikenal dengan sebutan: G20 Leaders’ Communique Hangzhou Summit, pada 4-5 September 2016, maka itu, para Pemimpin Negara-negara G20, telah menyatakan: recognizing the detrimental effects of corruption and illicit finance flows on equitable allocation of public resources, sustainable economic growth, the integrity of the global financial system and the rule of law, we will reinforce the G20’s efforts to enhance international cooperation against corruption, while fully respecting international law, human rights and the rule of law as well as the sovereignty of each country. Maka itu, KTT G20 Hangzhou menegaskan agar tiada praktek korupsi, yang harus diperangi menurut hukum secara global maupun domestik, dan membasmi praktek kongkalingkong dalam aspek keuangan yang dibutuhkan untuk sumberdaya masyarakat, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, penegakan hukum, dan sistem keuangan global yang terintegrasi.
Terlepas dari itu, kehadiran Indonesia dalam berbagai Pertemuan Tingkat Dunia, yang harus senantiasa mampu membawa arti tersendiri, baik untuk kepentingan domestik maupun sebagai upaya untuk menciptakan perdamaian dunia dalam arti luas sebagaimana amanat Konstitusi Negara Republik Indonesia 1945. Oleh karena itu, ketika Indonesia juga telah menghadiri konferensi G20 di Hangzhou, Tiongkok pada 2016, yang mana dari agenda tersebut kemudian telah menghasilkan Komunike Bersama yang harus dilaksanakan oleh semua Negara anggota dengan sebaik-baiknya. Komunike dimaksud tentulah akan mempengaruhi konstelasi kebijakan global. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa G20 di Hangzhou tetap berupaya menjawab aneka persoalan dalam perkembangan skema investasi, keuangan, hambatan non tarif, keamanan, perbankan, dan lain-lain. Pertemuan Hangzhou pun menekankan mengenai posisi strategis Bank Sentral, soal ketenagakerjaan, energi terbarukan, dan adanya pembangunan dengan pertimbangan keseimbangan dalam pertumbuhan.
Sedangkan, kilas-balik pelaksanaan pertemuan G20 di Osaka, Jepang pada 28-29 Juni 2019. Terlihat adanya masalah perdagangan global yang menjadi titik fokus perhatiannya. Selain itu, Osaka lebih serius dalam menyoroti soal perdagangan global terkait dengan produk plastik. Tentunya masih berkutat dalam masalah ekonomi lingkungan sebagai bagian dari paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development), khususnya soal masa depan produk berwawasan lingkungan (green products). Itu sebabnya, pembicaraan awal dimulai oleh para Menteri Lingkungan Hidup dari 20 (dua puluh) negara. Namun demikian dalam konteks ini yang lebih menarik ialah konsep infrastruktur yang berkualitas (quality infrastructure).
Terutama dari posisi Negara Jepang itu sendiri yang mendorong kuat tentang apa yang disebut dengan istilah high-quality infrastructure, – sepertinya ada titik-pantul atau terkesan sebagai antithesis dari paradigma produk konstruksi infrastruktur dengan perspektif pembangunan dalam skema The Belt and Road Forum for International Cooperation (BRFIC), sebagai hasil the Silk Road Summit yang lebih dikenal dengan KTT Jalur Sutera Baru yang berlangsung pada Mei 2017. Sementara itu, Pertemuan G20 di Osaka, Jepang yang juga telah melahirkan Osaka Blue Ocean Vision terkait dengan program life-cycle approach terutama dengan gerankan 3 (tiga) Rs (Reduse, Reuse, Recycle). Disamping itu, masih banyak sektor yang secara strategis terjangkau dalam visi deklarasi para Pemimpin dari Negara-negara G20 di Osaka, Jepang sebagaimana tersebut.
KTT G20 di Hamburg, Jerman pada Juli 2017 yang cukup dramatis, karena adanya aksi penolakan warga terhadap kapitalistik. Sehingga situasi tersebut para Peserta tetap disuguhi suatu orkestra musik klassik sebuah harmoni kerjasama, dan wisata kapal pesiar di Hamburg. Tidak terlepas dari tangan dinginnya Angel Merkel dalam merajut kekuatan ekonomi politik dunia untuk menjaga stabilitas dan harmoni kerjasama di berbagai bidang meskipun tetap dalam skema keterbukaan pasar. Dalam situasi isu maritim yang sedang memuncak. Meskipun titik fokusnya hampir sama tentang aspek perdagnagan global, migrasi penduduk, dan perubahan iklim. Sehingga visi KTT Hamburg terkait dengan penguatan jalur laut untuk kemajuan ekonomi. Namun akhir jadwal tersebut Xi Jinping seolah mengajak pemimpin dunia menoleh pada kekuatan nuklir di semenanjung Korea.
Selain itu, G20 di Roma, Italia pada 2021, dalam komunikenya menyebutkan, bahwa pentingnya usaha-usaha untuk mendukung ragam kegiatan ekonomi global yang sedang berada dalam pembenahan dengan suatu langkah yang kompak serta dukungan kebijakan seara berlanjut, misalnya terkait dengan vaksin ketika itu. Sehingga upaya perbaikan tersebut seolah terkesan telah terjadinya situasi divergensi antar berbagai Negara, khususnya negara anggota yang berfukus untuk upaya penurunan berbagai risiko dalam kaitan dengan kemungkinan munulnya varian baru atas Covid-19. Lantas, G20 tetap melanjutkan berbagai program dalam menjaga stabilitas keuangan, serta keberlanjutan fiskal. Utamanya melalui posisi Bank Sentral yang akan senantiasa memonitor dinamika yang riil terjadi terkait dengan harga. Stabilitas harga, tekanan inflasi serta berbagai kemungkinan yang menimbulkan terputusnya mata rantai ketersediaan barang kebutuhan masyarakat.
Begitu pula Pertemuan G20 di Riyadh, Arab Saudi, pada 21-22 November, tahun 2020. Dalam persidangannya di Riyadh telah melahirkan pula suatu komunike, sebagaimana tertera di dalam poin ke 15 (lima belas) yang menyebutkan, bahwa investasi pada sektor infrastruktur yang menjadi patokan terhadap arah pertumbuhan dan kesejahteraan, faktor penopang perbaikan kondisi ekonomi dan ketahanan nasional. Sekaligus dengan adanya the G20 Riyadh InfraTech Agenda, diharapkan mampu mendorong peranan teknologi infrastruktur seirama dengan tujuan pengembangan investasi itu sendiri. Dan, mestinya memberi efek positif bagi peningkatan nilai mata uang, pengembangan kualitas investasi di bidang infrastruktur, agar dapat berkontribusi yang lebih baik bagi masyarakat, kemajuan ekonomi itu sendiri maupun kualitas lingkungan hidup. Oleh sebab itu, berbagai cara ditempuh terkait prinsip-prinsip yang dianut oleh G20 dalam meningkatkan investasi dalam segi infrastruktur tersebut.
Sementara itu, di Indonesia G20 juga sudah terselenggara dengan baik, yang berlokasi di Provinsi Bali, Indonesia, pada 15-16 November tahun 2022. Bahwa inti perbincangan para delegasi Negara Peserta, antara lain, sebagaimana telah terangkum dalam bentuk Komunike bersama, khususnya terlihat pada poin 6 (enam). G20 akan bersungguh-sungguh dalam menyikapi tantangan global dalam segi ketahanan pangan, sehingga perlunya tindakan preventif guna menyelamatkan kehidupan, termasuk usaha perlindungan terhadap kondisi kelaparan dan kekurangan gizi atau gizi buruk, utamanya di Negara Sedang Berkembang, sehingga diperlukan percepatan transformasi tentang keberlanjutan dan ketahanan sektor pertanian maupun sistem pangan beserta rangkaian penyediannya. Maka itu, dibutuhkan suatu tindakan yang terkoordinasi secara global dalam menghadapi tantangan tersebut. Sehingga sangat perlu dikaitkan dengan posisi Sekretariat Jenderal PBB dalam kaitan dengan keberadaan kelompok dan atau pusat pemerhati krisis global di bidang makanan, energi, dan keuangan. Oleh karenanya, dalam menyikapi hal tersebut tentunya juga selalu terkait dengan peranan Bank Dunia, dan IMF.
Bahwa kemudian Negara G20 akan senantiasa bekerjasama untuk mempertahankan keberlanjutan tingkat produksi dan mitigasi perubahan iklim, sejalan dengan perubahan keanekaragaman hayati, perbedaan sumber makanan, mengembangkan kandungan gizi makanan, memperkuat rangkaian penguatan makanan, baik pada tingkat lokal maupun global, upaya-upaya mengatasi terjadinya pengurangan makanan dan soal persampahan. Hal itu bias dicapai dengan keterlibatan berbagai unsur masyarakat, yang disertai dengan kapasitas teknologi yang tepat.
Oleh karena itu menurut hemat kami, Dr. Undrizon, S.H., MH, – kepemimpinan Presiden Prabowo bersama stakeholders terkait harus secara sungguh-sungguh menjaga nilai, ketersediaan secara berkelanjutan (pencadangan nasional), daya saing dan keuntungan absolut maupun relatif atas aneka produk dan atau komoditi strategis Indonesia terkait corak mekanisme dalam lingkaran dinamika pasar global. Presiden Prabowo dengan dukungan segenap Tim atau Squad-nya harus memiliki ghiroh yang sama dalam pengabdiannya untuk kesejahteraan negeri ini. Semoga juga searah dengan animo serta ghiroh publik (masyarakat) di tanah air.
Bahwa pada KTT G20 Peru 2024, melalui peranan Presiden Dina Boluarte sebagai tuan rumah, yang menyuguhkan Tarian Kolosal sebagai ciri khas atau kearifan Seni Budaya di Negara Peru tersebut. Dan, G20 Brazil 2024 kali ini – tampaknya tetap melihat soal pergerakan investasi yang menjadi pembahasan serius. Investasi menjadi motor penggerak kerjasama global yang ditunjang oleh suatu kondisi yang dialogis. Maka itu, Kehadiran Presiden Prabowo di Brazil kali ini, boleh jadi pula sebagai bentuk penguatan komitmen untuk merevitalisasi investasi global dengan segala kompleksitasnya, dengan tetap memperjuangkan kepentingan nasional di tengah irisan-irisan kepentingan dunia. Disamping itu, trending isu tentang konflik Israel-Palestina dan beberapa Negara Teluk, tetap dibahas – yang sontak sangat menggetarkan nyali para Diplomat Dunia, seketika Presiden Prabowo menunjukan sikapnya terhadap kondisi peperangan di Israel – Palestina.
Jangan sampai komitmen serta kepercayaan global yang telah dibangun dalam kepemimpinan Presiden Prabowo ingin dimatangkan secara sepihak oleh pemain lokal yang dengan mengambil legitimasi masyarakat ekonomi global menurut gagasan korporatisme mereka. Karena itu “Oleh-oleh” yang cukup signifikan sebagai hasil komitmen yang telah terjalin, baik secara bilateral, maupun multilateral perlu dikaal sampai tuntas agar mengalir di tengah kepentingan publik (kepentingan nasional). Seraya menyikapi trend persoalan pasa terpilihnya Donald Trump dari Partai Republik, selaku Presiden USA pengganti presiden Joe Biden, situasi Timur Tengah, Ukraina, pengembangan teknologi nuklir, posisi Negara yang tergabung di dalam BRICS, situasi serta kondisi ekonomi politik di Atlantik pasca keluarnya Inggris (Brexit) dari kancah kesatuan Uni Eropa, persoalan agraria di Indonesia, tambang illegal, indeks korupsi, dan PHK karyawan, dan lain sebagainya. Adalah faktor internal dan eksternal yang akan mempengaruhi perjalanan pemerintahan Republik Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. (Unzn)