Jakarta, http://perti.or.id – Sholat Idul Fitri 1 Syawal 1446 H / 31 Maret 2025 di Masjid Istiqlal, Jakarta dihadiri langsung oleh Presiden Republik Indonesia H. Prabowo Subianto beserta sejumlah Pejabat Tinggi Negara, dan unsur masyarakat.
Melalui Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Nazaruddin Umar, yang mana juga mengundang kehadiran Ormas Keagamaan. Salah-satunya ialah Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (DPP PERTI) yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal, Dr. Undrizon, S.H., M.H.
Lantas, menyimak penyampaian Kotbah Sholat Idul Fitri tersebut – oleh: Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie, menegaskan tentang pentingnya memperkuat solidaritas antar elemen bangsa dan negara Republik Indonesia. Disamping itu, dibutuhkan suatu capaian yang signifikan sebagai bentuk realisasi atas komitmen dalam menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan. Namun demikian, perlunya ikhtiar sungguh-sungguh dalam memperkuat keadaban publik yang konstruktif. Untuk itu, tentu dibutuhkan suatu kohesivitas sosial yang kontinu. Hal ini terlihat jelas ketika menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan, baik sebagai nilai amaliah, yang harus terus-menerus diimplementasikan dengan kesungguhan oleh segenap anak bangsa. Sehingga hal itu, akan mampu memupuk semangat persatuan dan kebersamaan atau solidaritas. Meskipun tetap menempatkan perbedaan sebagai titik tumpunya. Sebagaimana teladan yang telah diaktualisasikan oleh para pendiri bangsa sebagai bentuk legasi yang bernilai sangat tinggi, maka itu juga nilai luhur itu – perlu dilestarikan. Demikian pula dengan komitmen keselarasan, terbinanya suatu kondisi yang harmonis, baik dalam konteks lingkungan alam, khasanah budaya, dan toleransi dalam kehidupan beragama. Terlepas dari semua itu, bahwa menyongsong “Indonesia Emas”, maka diperlukan usaha-usaha dalam menjaga serta mendukung akselerasi pembangunan nasional, terkait bagaimana cara untuk menjadi negara maju. Tentunya perlu pula dipandu dengan penguasaan ilmu pengetahuan. Atribusi ibadah puasa di bulan Ramadhan dengan ikhtiar yang sungguh merupakan salah satu bentuk etos dalam membingkai ke arah tujuan hidup yang kembali pada fitrah. Dan, hal itu bukanlah sekadar label semata. Tapi harus mampu diaktualisasikan dalam tingkah laku antar hamba. Itu berarti, bahwa pada akhirnya akan dapat mengkonstruksi suatu Kebaikan di tengah kehidupan individual maupun publik. Antara lain, bahwa ruang publik mestinya terbebas dari tindak pidana korupsi, sehingga spirit ini sangat relevan dalam konteks kehidupan bernegara yang efektif untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, sikap empati perlu dikejawantahkan bersama semua elemen, utamanya terkait kondisi sosial ekonomi dewasa ini. Konkretnya adalah adanya sikap saling membantu dalam kebaikan. Esensi Idul Fitri ialah pengembangan spirit kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana terus bertahan dalam menghadapi tantangan besar di era global. Maka itu, nilai transendensi keagamaan tentu saja mampu menembus konstruksi sosial dalam realitas kehidupan riil, dan senantiasa berjalan secara linear dengan keadaban publik. Kesalehan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang mestinya dirawat dan dipertahankan secara terus-menerus serta berkesinambungan. (Unzn)